• MA ISLAMIYAH UJUNGPANGKAH
  • Bersama MA Islamiyah, Bisa! Madrasah Bermartabat, Madrasah Hebat!

Pemenang Lomba cerpen Online di MA Islamiyah

Kemerdekaanku sedang Diuji Corona
20 Agustus 2020, Sri Andini
 
Hari ini matahari bersinar dengan penuh semangat. Hari dimana mendekati kemerdekaan Indonesia yang ke 75. Aku, Abed, dan Suri berteduh di dalam rumah pohon, tempat kami berekspektasi hehehe. Aku berhalusinasi tidak karuan, renungku tentang virus Corona kian melanda di Indonesia ini, belum jugamenemukan solusi dan konklusi.
 
"Corona sampai kapan ya?", ucapku sembari memandang merah putih yang menari-nari lantaran angin yang berhembus genit.
 
"Mana gua tau, emang gua panitianya?", sahut Abed.
 
"Hmm, jangan bercanda dong Bed, emang lu gk sedih kita terus-terusan hidup di bawah ancaman Corona?" Ucapku iba.
 
"Ya sedih lah, udah jangan nangis, cup cup cup." Ledek Abed.
 
"Udahlah, kok malah ribut? Kita mending berdo'a pada Tuhan semoga bumi kita lekas pulih dari yang namanya Corona itu cepat minggat." Tegur Suri.
 
"Aamiin...."
 
"Asyiappp..." Celetuk Abed.
 
"16 Agustus tahun 45..."
 
"Eh bukannya 17 Agustus ya Bed?", celetukku.
 
"Besoknya hari kemerdekaan kita...", lanjut nyanyian Abed.
 
"Hmm, dasar konyol," jawabku datar.
 
"Oh iya, besok kan udah hari kemerdekaan Indonesia, ayok kita ke Pak Tumin, beliau lagi apa, mungkin saja Pak Tumin lagi persiapan acara lomba 17-an buat besok." Ajakan Suri.
 
"Emang di desa kita akan diadakan acara lomba 17-an ya? Kan lagi musim Corona." Tanya Abed.
 
"Haduh, kalau sampai tidak ada pasti gak akan seru, seperti tahun-tahun sebelumnya," jawab Suri.
 
"Ya sudah, kalau penasaran mending kita langsung tanya saja ke Pak Tumin," seruku.
 
Aku, Abed dan Suri segera bergegas ke tempat Pak Tumin. Beliau adalah RT di desa kami. Dalam perjalanan pun kami sesekali bercanda tentang masalah perlombaan. Abed memulai pembicaraan, "emmm, kalau nanti ada lomba terhalu, tersambat, termager pasti lu yangmenang," celotehnya sambil terbahak-bahak menatap ke arahku.
 
"Nah loh, kok aku sih?"
 
"Hahaha iya dong, kalo gua nanti bakal juara satu lomba selalu terlihat baik-baik saja". Jawabnya sembari tersenyum.
 
Ucapan Abed membuat aku terhenyak dan diam, dia memang salah satu temanku yang selalu bertingkah konyol di hadapanku dan teman-teman lainnya, tapi... entahlah.
 
Lanjut Suri yang bertanya ke Abed, "Nah, nah kalau aku Bed?" Tanya Suri, sembari meringis.
 
"Emm, kalau lu, ntar ikutan aja lomba menatap foto mantan terlama, nah pasti lu yang menang Sur." Jawab Abed
 
"Up...", celetuk Suri
 
Dengan spontan kami tertawa terpingkal-pingkal. Tak lama kami berjumpa dan ditegur Pak Tumin di jalan. "Lhe, mau ke mana?" Tanya Pak Tumin.
 
"Eh, bapak, ini kebetulan kami mau ke rumah bapak. Mau tanya, apa besok desa kita mengadakan acara lomba 17-an apa nggak?", tanyaku.
 
"Oh, tahun ini di desa kita ditiadakan acara lomba 17-an nak, karena sifatnya yang mengundang kerumunan, saat ini bangsa Indonesia sedang berjuang menekan penyebaran virus Corona. Untuk menjaga kemerdekaan bangsa, kita kadang perlu mengorbankan kebahagiaan yang harus ditunda dulu karena yang penting adalah keselamatan semuanya. Sama seperti para pendahulu yang berkorban untuk memperjuangkan Indonesia bisa merdeka dari para penjajah, perjuangan masyarakat saat ini bisa juga membutuhkan pengorbanan." Jawab Pak Tumin.
 
"Emm, kami berharap Indonesia bisa tetap bertahan menghadapi situasi genting ini." Sahut Suri.
 
"Mudah-mudahan semua ini bisa berlalu dan tidak terlalu banyak yang kehilangan dalam proses ini." Celetukku.
 
Dengan menganggukkan kepala, setuju. Abed bertanya, "Berarti kita rebahan aja di rumah sekarang bisa berguna bagi nusa dan bangsa dong, Pak?
 
Pak Tumin berkerut dan menjawab, "iya Bed, ada betulnya juga, hahaha."
 
Selesai pembicaraan kami pun bergegas untuk pulang.
 
Hari kemerdekaan RI pun tiba. Merah putih berkibar begitu gagah, cerminan akan bangsa yang perkasa, ku hormati dengan rasa bangga. "17 Agustus tahun 45, itulah hari kemerdekaan kita, hari merdeka nusa dan bangsa, hari lahirnya bangsa Indonesia. Mer..."
 
"De...", sambung Abed.
 
"Ka..." Lanjut Suri."Eh kalian," tegurku.
 
"Iya Cuy, kemerdekaan kita telah terenggut oleh Corona. Perubahan perilaku ini menjadi kunci penting dalam melawan Corona. Respon kita terhadap Corona sangat menentukan pengendalian wabah di Tanah Air. Tetapi, bagaimana bisa merdeka dari Corona jika kita tak menyatakan perang terhadapnya?" Sahut Suri.
 
"Naluri untuk bertahan hidup dan meminimalisasi rasa sakit akibat pukulan lawan akan memandunya untuk keluar dari arena dengan selamat. Mari kita nyatakan perang terhadap tamu yang tak terhormat itu, Corona oh Corona." Seruku.
 
"Ketika berhadapan dengan musuh yang tak dikenal, seorang petarung yang cerdas niscaya akan mencoba beragam cara untuk mencari titik lemah lawannya sambil mempertahankan diri. Dia harus terus bergerak, gesit menghindari serangan seraya melancarkan perlawanan." Ucap panjang Abed.
 
"Bed...??", tumben dia bisa jadi bijak seperti ini, gumamku.
 
zzzzz.. semua pun terdiam dan disambut tawa lepas Abed.
 
selesai.
 
 

Komentari Tulisan Ini
Tulisan Lainnya
Pemenang Lomba Cerpen (Online) di MA Islamiyah

Merdeka dari Rasayang Salah Karya: Nur Afni Ayunda - XII IIS   Aku termenung, menatap bergantian kanvas kosong, palet cat, dan layar ponsel yang menampilkan beberapa file tugas

01/09/2020 09:15 WIB - Administrator